CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Sabtu, 06 Desember 2008

Andrea Hirata di “Kick Andy”



Rabu (19/9) lalu, penulis tetralogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata, hadir di studio Metro TV untuk pengambilan gambar program acara ‘Kick Andy’. Tema acaranya sebenarnya tentang buku-buku yang menginspirasi, jadi ada beberapa penulis lain selain Andrea di sana, tapi mereka kebanyakan memang menulis di genre self-help/inspiration.

Cukup lama pengambilan gambarnya, sekitar dua jam. Tapi sebagian besar porsi waktunya memang ditujukan untuk Andrea. Kalau tidak salah, edisi ini akan ditayangkan 3 Oktober mendatang. Tapi, karena aku sempat datang ke sana, ini ada laporan pandangan mata (dan catatan) dari jawaban-jawaban yang diberikan Andrea.

Awalnya, ia menceritakan tentang buku Laskar Pelangi yang dalam seminggu sudah cetak ulang itu. Ceritanya tentang memoar masa kecilnya dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki Laskar Pelangi oleh Ibu Muslimah, atau Ibu Mus, guru sekolahnya. “Segala sesuatu tentang buku ini emosional sekali,” kata Andrea. Kondisi sekolahnya amat sangat menyedihkan, jika malam digunakan untuk menyimpan ternak. Seragam anak-anaknya, copot semua kancing bajunya. Selain itu, sepatu mereka menggunakan plastik.

Andrea juga bercerita tentang bagaimana Laskar Pelangi ini mulai bersahabat, bahwa mereka adalah sepuluh anak yang mendaftar di sebuah sekolah, SD Muhammadiyah, yang awalnya sudah mau ditutup karena kekurangan murid. Lalu cerita berlanjut tentang bagaimana mereka terus bertahan di sekolah dengan kondisi mengerikan itu dan terus bersahabat. “Ini sebenarnya sekolah yang hampir bubar, ketika ujian, kami dititipkan di sekolah lain. Secara administrasi, sekolah itu hampir tidak ada,” tambah Andrea.

Pertanyaan berlanjut pada hari pendaftaran sekolah itu, persis seperti bab pertama Laskar Pelangi “Sepuluh Murid Baru”. Hari sudah siang, tapi murid yang mendaftar belum genap sepuluh, padahal kalau tidak mendapat sepuluh murid maka sekolah ini akan bubar. Di saat-saat kritis, muncullah murid yang mau mendaftar, seorang pemuda bernama Harun yang memiliki keterbelakangan mental dan menderita polio. Belitung, menurut Andrea, tidak memiliki fasilitas sekolah luar biasa. Oleh ibunya, Harun lalu dititipkan di sekolah, sebagai alternatif daripada mengejari ayam-ayam piaraan keluarganya.

Tekad Andrea untuk menulis buku ini muncul saat suatu hari, di tengah hujan yang lebat, kelas bocor, Ibu Mus, perempuan perkasa itu, tidak segera datang. Murid-muridnya sudah ketakutan. Sampai akhirnya Andrea merasa legaaa sekali ketika melihat Ibu Mus datang berpayung pelepah pisang. “Satu hari nanti, saya harus menulis tentang beliau,” tegasnya. Tapi Andrea juga menegaskan, walaupun dasarnya adalah sebuah memoar, tapi ada fiksionalisasi yang terjadi. Ia menyebutnya sebagai ‘memoar yang dikemas dengan sastra dengan tambahan latar belakang sosio-kultural’.

Andrea juga secara spesifik berbicara tentang kawan sebangkunya, Lintang, yang dalam buku harus bolak-balik sejauh 80 km menggunakan sepeda yang sadelnya terlalu tinggi ‘hanya’ demi ke sekolah. Lintang, dalam penilaian Andrea, adalah anak yang sangat cerdas. Andrea selalu berusaha setengah mati mencoba menyaingi Lintang, tapi selalu jadi nomor dua. “Nomor duanya abadi,” tambahnya. Andrea mengaku bahwa sepanjang hidupnya, ia terinspirasi oleh Lintang. “Seluruh hidup saya sebenarnya adalah balas dendam kekecewaan atas nasib Lintang. Saya tahu betuil kapasitas kecerdasan Lintang. Dia sebenarnya yang ingin sekolah ke Perancis. Saya belajar sampai jungkir balik karena tidak sepintar Lintang agar bisa sekolah ke sana,” kata Andrea.

Lintang harus berhenti sekolah karena ayahnya meninggal. Sebagai anak laki-laki tertua dalam keluarga, kewajiban mencari nafkah akhirnya tertumpu padanya. Padahal ayahnya harus menanggung hidup 14 nyawa. Terakhir kali bertemu Lintang, ia bekerja sebagai supir truk di sebuah daerah eksploitasi pasir gelas.

Andrea mengakui bahwa ‘Laskar Pelangi’ bukanlah sebuah buku yang berakhir bahagia, tapi realistis dalam menggambarkan kisah dan nasib orang Indonesia kebanyakan. “Saya menulis tentang konteks, bukan sekedar peristiwa. Tentang interpretasi fenomena dan hidup senyatanya, seadanya. Dan ini yang identik dengan nasib banyak orang. Ini mungkin ‘feel’ yang didapat pembaca,” ujar Andrea. Buku ini, menurutnya, tak terpaku pada tren metropop atau isu urban dan hedonistik, tapi masuk pada esensi kepribadian orang sehingga pembaca mempersepsikan dirinya sendiri pada karakter-karakter di dalam buku.

Sumber energinya yang terbesar dalam menulis buku ini adalah kecintaan Andrea pada Ibu Mus, sang guru. Bahwa pelajaran terpenting yang diberikan Ibu Mus adalah integritas dan cinta. “Beliau selalu bisa menghubungkan hal-hal kecil dengan substansi yang lebih besar,” kata Andrea. Saat kelasnya banjir akibat air hujan yang masuk lewat atap bocor, anak-anak Laskar Pelangi itu mengeluh, tapi Ibu Mus kemudian menunjukkan sebuah gambar di buku bahasa Belanda yang memuat foto sel Soekarno di Banceuy. “Lihatlah ruang yang suram ini, tapi Pak Karno terus belajar, membaca buku, dan dia adalah salah satu orang paling cerdas di negara ini,” Andrea menirukan Ibu Mus. Kebajikan-kebajikan yang diajarkan oleh Ibu Mus bukan sesuatu yang dikhotbahkan, tapi ia lakukan dengan memberi contoh.

Adalah sesuatu yang wajar, menurut Andrea, untuk menulis buku seperti ‘Laskar Pelangi’ jika kita bertemu dengan karakter seperti Ibu Mus, diajar oleh guru seperti beliau. Karena beliau memang guru yang luar biasa.

Yah, sekian dulu laporan dariku. Masih penasaran dengan episode lengkapnya, tunggu siarannya ya.

0 komentar: